Selasa, 20 November 2012

Jurnal Ilmiah ADVANCE Vol 4 No. 2 Maret – Agustus 2010


KAJIAN SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PEMERINTAH
 Oleh : Siska Yulia Defitri
Dosen Tetap Universitas Mahaputra Muhammad Yamin

Abstract

Control environment is the foundation underlying an internal control system of government. If the control environment showed a good condition, it can influence good enough for an organization, but on the contrary if the control environment is bad, It indicates the organization is not healthy. Government Regulation (PP) number 60 of 2008 concerning the Government Internal Control System (SPIP) is the regulatory authority to foster implementation of SPIP to the Financial and Development Supervisory Agency (BPKP). Basic core of the Government Regulation No. 60 of 2008 is the creation of an Internal Control System of  a government that can realize good governance practices.
Internal control covers all the activities of the audit, review, evaluation, monitoring, and other oversight activities of the implementation of tasks and functions of the organization in order to provide reasonable assurance that the activities have been carried out in accordance with a predetermined benchmark effectively and efficiently for the benefit of the leadership in realizing good governance in the central and local government.   
Keyword: Control environment, Good governance,Internal Control System


I. PENDAHULUIAN
Tanggal 28 Agustus 2008 terbit sebuah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Dalam peraturan ini wewenang lembaga BPKP semakin strategis, sebagai Pembina Penyelenggaraan SPIP. BPKP memiliki kepastian hukum, kedudukan, dan tugas baru dalam ranah pengawasan internal di Indonesia. Inti dasar dari PP 60/2008 adalah terciptanya suatu sistem pengendalian internal pemerintah yang dapat mewujudkan suatu praktik-praktik good governance.
Lingkungan pengendalian merupakan pengendalian yang mempengaruhi keseluruhan organisasi dan menjadi atmosfir individu organisasi di dalam melakukan aktifitas dan melaksanakan tanggung jawab atas pengendalian yang menjadi bagiannya. Lingkungan pengendalian merupakan pondasi dasar yang mendasari suatu sistem pengendalian internal pemerintah. Apabila lingkungan pengendalian menunjukkan kondisi yang baik, maka dapat memberi pengaruh yang cukup baik bagi suatu organisasi, namun sebaliknya apabila lingkungan pengendalian buruk, ini mengindikasikan organisasi tersebut tidak sehat.
Dalam PP tersebut, sistem pengendalian internal didefinisikan sebagai proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya suatu tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Lingkungan pengendalian yang efektif adalah suatu lingkungan dimana orang-orang yang berkompeten memahami tanggung jawab dan batas kewenangannya, berpengetahuan luas, hati-hati, dan memiliki komitmen untuk bekerja secara benar. Mereka memiliki komitmen untuk mematuhi kebijakan, prosedur, standar moral dan etika yang berlaku bagi organisasi. Lingkungan pengendalian berkaitan dengan kompetensi teknis dan komitmen terhadap etika yang menjadi faktor penting bagi pengendalian intern yang efektif.

II. PEMBAHASAN
2.1 Sistem Pengendalian Internal
Sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi, dan dipatuhinya kebijakan pimpinan. Dalam definisi ini lebih menekankan tujuan yang hendak dicapai dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut.
Tujuan sistem pengendalian internal berdasarkan definisi tersebut adalah untuk:
  1. Menjaga kekayaan organisasi
  2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
  3. Mendorong efisiensi
  4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
Menurut tujuannya Sistem Pengendalian Internal dapat dibagi menjadi dua :
  1. Pengendalian Internal Akuntansi
Pengendalian ini meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi serta mengecek ketelitian data akuntansi. Pengendalian internal akuntansi yang baik akan menjamin keamanan dari kekayaan para investor dan kreditor dengan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.
  1. Pengendalian Internal Administratif
Pengendalian ini meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan, terutama efisiensi dan kepatuhan atas kebijakan pimpinan.

Unsur Pengendalian Internal
Unsur-unsur pokok dalam pengendalian internal adalah :
  1. Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Struktur organisasi merupakan kerangka (framework) pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan.
  1. Sistem Wewenang dan Prosedur
Sistem dan wewenang dan prosedur pencatatan memberikan perlindungan yang memadai terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. Dalam organisasi setiap transaksi hanya terjadi berdasarkan otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Sistem otorisasi akan menjamin dokumen pembukuan yang dapat dipercaya, sehingga inputnya dapat dipercaya bagi proses akuntansi.
  1. Praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi dari setiap unit organisasi.
Pembagian tanggung jawab fungsional serta sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk praktek yang sehat dalam pelaksanaannya. Hal-hal umum yang biasa dilakukan antara lain :
a.       Penggunaan formulir dengan nomor urut tercetak
b.      Melakukan pemeriksaan mendadak (surprised audit).
c.       Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi tanpa ada campur tangan dari orang atau unit organisasi lain.
d.      Melakukan perputaran job (job rotation), apabila dilakukan secara rutin akan menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan dapat dihindari.
e.       Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak.
f.       Melakukan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya secara periodik.
g.      Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian internal yang lain.
  1. Karyawan yang kompetensinya sesuai dengan tanggung jawabnya.
Unsur kompetensi karyawan merupakan unsur yang paling penting dalam sistem pengendalian internal. Jika organisasi memiliki karyawan yang kompeten dan jujur, maka unsur pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas yang minimum dan organisasi tetap mampu menghasilkan pertanggungjawaban keuangan yang dapat diandalkan. Karyawan yang jujur dan ahli di bidang yang menjadi tanggung jawabnya akan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efisien dan efektif.

Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap dan tindakan dari para pemilik serta manajer organisasi mengenai pentingnya pengendalian internal. Lingkungan pengendalian harus sangat diperhatikan karena berdasarkan fakta, lingkungan pengendalian justru mempunyai dampak yang besar terhadap keseriusan pengendalian internal yang diterapkan dalam organisasi.
Lingkungan pengendalian memiliki tiga unsur yaitu :
  1. Filosofi dan Gaya Kepemimpinan.
Filosofi merupakan keyakinan dasar yang menjadi parameter bagi organisasi dan karyawannya. Filosofi menentukan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang tidak seharusnya dikerjakan oleh organisasi. Gaya kegiatan mencerminkan ide pimpinan tentang bagaimana kegiatan suatu usaha harus dilaksanakan.
  1. Metode Pengendalian
Merupakan metode perencanaan dan pengendalian terhadap alokasi  sumber daya perusahaan dalam mencapai tujuan organisasi.
  1. Kesadaran Pengendalian
Hal ini dapat tercermin dari reaksi yang ditunjukkan oleh pimpinan dari berbagai jenjang organisasi atas kelemahan pengendalian yang ditemukan oleh akuntan internal atau akuntan publik. Jika pimpinan tidak segera melakukan tindakan koreksi atas temuan kelemahan pengendalian yang dikemukakan oleh akuntan internal atau akuntan publik, maka hal ini merupakan petunjuk adanya komitmen pimpinan terhadap penciptaan lingkungan pengendalian yang baik.

2.2 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Kerangka Konseptual Perancangan Sistem Pengendalian
Untuk menghasilkan sistem pengawasan dan pengendalian yang efektif, maka dalam mendesain sistem pengendalian, beberapa faktor berikut ini perlu dipertimbangkan :
1.      Disain sistem pengendalian tergantung pada karakteristik lingkungan, tidak ada rancangan sistem pengendalian yang baik atau yang buruk, yang ada adalah apakah rancangan sistem pengendalian tersebut sesuai atau cocok dengan kondisi lingkungan oleh suatu lembaga. Kesesuaian suatu sistem dengan kondisi lingkungan tempat sistem tersebut digunakan akan menjadikan sistem tersebut efektif untuk menjalankan kegiatannya di lingkungan tersebut. Oleh karena itu di dalam mendesain sistem pengendalian, karakteristik lingkungan yang dihadapi oleh suatu lembaga merupakan dasar untuk merancang sistem pengendalian yang efektif.
2.      Lingkungan organisasi ibarat sebuah teritorial, untuk menjelajahinya diperlukan suatu peta. Peta yang menggambarkan kondisi lingkungan yang dihadapi suatu lembaga disebut sebagai paradigma, yaitu the way we see the world. Dengan paradigma tertentu, kita memandang dunia yang kita hadapi dan dengan paradigma itu kita bersikap dan bertindak. Berdasarkan paradigma tersebut, kita dapat merancang sistem, yaitu suatu alat yang akan digunakan untuk mengorganisir berbagai sumber daya guna mencapai tujuan sistem.
3.      Setiap sistem terdiri dari dua bagian, yaitu struktur dan proses. Struktur sistem merupakan komponen-komponen yang berkaitan satu dengan yang lainnya secara bersama-sama membentuk suatu sistem. Proses sistem merupakan suatu tahapan yang harus dilalui untuk mewujudkan tujuan sistem. Proses sistem menjelaskan bekerjanya masing-masing komponen pembentuk sistem dalam mewujudkan tujuan sistem.
4.      Setiap sistem yang dirancang memerlukan kompetensi tertentu untuk menjalankan sistem tersebut yang disebut manajerial skill.

Tipe Pengendalian
Untuk menjamin agar fungsi pengendalian berjalan secara efektif, manajemen perlu memilih jenis pengendalian yang dapat mengatasi penyebab mengapa individu dalam organisasi tidak mau dan /tidak mampu mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan melalui perilaku yang diharapkan. Secara umum tipe pengendalian dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok ;
1.      Pengendalian terhadap tindakan tertentu
Dirancang untuk mendorong personal agar melaksanakan perilaku yang diharapkan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan mencegah personal untuk melakukan tindakan yang tidak diharapkan.
2.      Pengendalian terhadap output
Dapat dilakukan manajemen dengan cara memberikan kewajiban kepada personil untuk mempertanggungjawabkan output yang dihasilkan atas setiap anggaran yang digunakan atau penerapan anggaran yang berbasis kinerja.
3.      Penggantian bentuk pengendalian
Dimaksudkan bahwa organisasi tidak perlu melakukan pengendalian dengan cara tidak memberikan kesempatan kepada personal untuk berperilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Memilih bentuk pengendalian yang efektif
Pada dasarnya tidak ada satupun bentuk pengendalian yang paling efektif yang dapat diterapkan pada segala situasi. Masing-masing jenis pengendalian hanya efektif diterapkan pada situasi tertentu. Oleh karena itu, pilihan terhadap suatu bentuk pengendalian akan sangat tergantung pada kemampuan organisasi dalam mengenal dan memahami sebab penyimpangan atau karakteristik situasi yang dihadapi. Kemampuan dalam merespon perubahan lingkungan, sangat ditentukan oleh keberdayaan pegawai untuk berubah, dan kemampuan pegawai untuk berubah akan sangat tergantung pada kualitas SDM itu sendiri. Oleh karena itu, tipe pengendalian yang efektif bagi daerah yang menghadapi perubahan lingkungan yang turbulen ini dapat dilaksanakan melalui pengendalian terhadap personal dengan cara :
  1. Meningkatkan kompetisi melalui proses seleksi personal, pendidikan dan pelatihan serta penempatan personal pada posisi yang sesuai dan tepat.
  2. Meningkatkan komunikasi melalui perumusan dan pengkomunikasian visi, misi, prinsip dan nilai dasar secara tepat dan penyediaan informasi.
  3. Meningkatkan pengendalian oleh mitra.

Pengukuran output harus memiliki karakteristik sebagai berikut :
  1. Ditujukan ke bidang kinerja sesungguhnya, yaitu berupa output yang benar-benar menunjukkan kinerja yang diharapkan.
  2. Tepat sasaran, dalam artian tidak hanya mencerminkan estimasi kasar.
  3. Tepat waktu.
  4. Obyektif, dalam artian tidak dimanipulasi.
Jika pengukuran output tidak memiliki salah satu dari keempat karakteristik di atas, maka sistem pengendalian yang berorientasi kepada output kemungkinan besar akan menemui kegagalan.. secara garis besar, untuk dapat memilih suatu jenis pengendalian secara efektif, para pengambil keputusan suatu unit kerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut :
  1. Tingkat kebutuhan pengendalian, semakin strategis dan penting posisi suatu bagian/bidang/sektor perlu adanya pengendalian.
  2. Pilihan terhadap tingkat pengendalian yang mungkin dirancang untuk setiap tipe pengendalian yang akan digunakan.
  3. Biaya untuk setiap tipe pengendalian yang akan diterapkan.

Era reformasi yang telah melahirkan keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang akuntabel dan transparansi. Untuk itu penyediaan serangkaian sumber informasi atau data dan penjelasan aktifitas dan finansial pemerintah kepada shareholder dan stakeholder menjadi sangat penting bagi terlaksananya akuntabilitas publik.
Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini baru akan dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, secara efektif dan efisien.
Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah tersebut.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 yang lahir tanggal 28 Agustus 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Instansi Pemerintah (SPIP). Dalam peraturan pemerintah tersebut, system pengendalian intern didefinisikan sebagai proses yang intregral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

2.3 Konsep Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Inti dasar dari Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 adalah terciptanya suatu Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang dapat mewujudkan suatu praktek-praktek good governance. Langkah pertama yang diamanahkan di dalam PP ini adalah memahami terlebih dahulu konsep dasar pengendalian intern. PP 60/2008 tentang SPIP ini sebenarnya murni mengadopsi pendekatan dari GAO yang menginduk kepada COSO. Konsep ini menekankan kepada 5 unsur pengendalian intern yaitu :
1.      Lingkungan Pengendalian
Lingkungan Pengendalian merupakan pengendalian yang mempengaruhi keseluruhan organisasi dan menjadi “atsmosfir” individu organisasi di dalam melakukan aktifitas dan melaksanakan tanggung jawab atas pengendalian yang menjadi bagiannya. Dengan kata lain, lingkungan pengendalian merupakan pondasi dasar yang mendasari suatu Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Apabila lingkungan pengendalian menunjukkan kondisi yang baik, maka dapat memberi pengaruh yang cukup baik bagi suatu organisasi, namun sebaliknya, apabila lingkungan pengendalian jelek, mengindikasikan bahwa organisasi tersebut tidak sehat.
2.      Penilaian Resiko
Penilaian resiko terkait dengan aktifitas bagaimana entitas mengidentifikasikan dan mengelola resiko sehingga entitas dapat meminimalisasi terjadinya kegagalan dalam mencapai tujuan organisasi. Melalui proses penilaian resiko ini, maka setiap entitas dapat mengantisipasi setiap kejadian yang dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi secara optimal.
3.      Pengendalian Aktifitas
Aktifitas pengendalian didefinisikan sebagai “the policies and procedures that help ensure management directives are carried out”. Aktifitas pengendalian meliputi seluruh tingkatan dan fungsi organisasi yang tercermin dari adanya persetujuan, otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, review atas kinerja, keamanan asset dan pemisahan fungsi.
4.      Informasi dan Komunikasi
Informasi dan komunikasi mengandung arti dalam setiap organisasi harus mengidentifikasikan seluruh informasi yang dibutuhkan dan dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan sesuai kewenangannya. Untuk itu dibutuhkan suatu system informasi yang handal yang dapat memberikan informasi terkait operasional, keuangan serta perbandingan informasi dalam organisasi. System informasi harus dapat membantu manajemen dalam menjalankan dan mengendalikan operasinya.
5.      Monitoring
Monitoring mengandung makna sebagai suatu proses yang menilai kualitas dari kinerja system pengendalian. Hal ini dapat berupa monitoring saat kegiatan berjalan (on going), evaluasi terpisah atau kombinasi keduanya.
Melihat dari unsur-unsur system pengendalian intern tersebut di atas tampak bahwa rumusan SPIP mengacu pada rumusan system pengendalian intern yang dibuat oleh COSO. Ada dua hal yang berbeda dengan konsep pengendalian intern sebelumnya, yaitu penekanan pentingnya lingkungan pengendalian dan penilaian resiko. Kalau dalam konsep sebelumnya pengendalian intern dipandang sebagai alat yang bersifat statis tetapi dalam konsep menurut COSO pengendalian intern dipandang sebagai proses yang bersifat dinamis yang lebih menekankan pada pentingnya unsur manusia yang menjalankan system pengendalian intern.
Bagaimanapun baiknya system pengendalian dirancang tetapi kalau unsur manusia yang melaksanakannya tidak kompeten dan tidak memiliki komitmen untuk bekerja dengan baik maka system pengendalian tidak akan efektif. Lingkungan pengendalian menjadi pondasi dari system pengendalian intern yang didalamnya mencakup integritas, nilai-nilai etika, kompetensi pegawai dan pimpinan, filosofi pimpinan dan gaya operasinya. Lingkungan pengendalian yang efektif adalah suatu lingkungan dimana orang-orang yang kompeten memahami tanggung jawab dan batas kewenangannya, berpengetahuan luas, hati-hati, dan memiliki komitmen untuk bekerja secara benar. Mereka memiliki komitmen untuk mematuhi kebijakan, prosedur dan standar moral dan etika yang berlaku bagi organisasi.
Lingkungan pengendalian berkaitan dengan kompetensi teknis dan komitmen terhadap etika yang menjadi faktor penting bagi pengendalian intern yang efektif. Manajemen membangun lingkungan pengendalian dengan membuat kebijakan, prosedur, kode etik, dan standar perilaku secara tertulis dan kemudian mengkomunikasikan serta menginternalisasikan kepada seluruh lapisan pegawai. Membangun lingkungan pengendalian identik dengan membangun budaya organisasi dan budaya organisasi akan menjadi pondasi sistem pengendalian intern yang kuat. Kalau demikian dapat diyakini bahwa tanpa budaya organisasi yang baik maka sulit untuk merealisasikan sistem pengendalian intern yang efektif.
Membangun budaya organisasi berarti bersentuhan dengan unsur manusia sebagai subyek. Oleh karena itu kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan sumber daya manusia menjadi sangat penting. Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan sumber daya manusia harus mencakup perekrutan, orientasi, pelatihan, evaluasi, penyuluhan, promosi, kompensasi, dan penegakan disiplin. Dalam hal terjadi pelanggaran disiplin oleh pegawai atau pimpinan terhadap kebijakan, prosedur atau standar perilaku organisasi maka harus dikenakan hukuman disiplin yang tegas agar lingkungan pengendalian efektif terpelihara.

Sistematika
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008  terdiri atas 4 Bab :
·         Bab Satu : Pendahuluan
·         Bab Dua : Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
·         Bab Tiga : Penguatan Efektifitas Penyelenggaraan SPIP 
·         Bab Empat : Ketentuan Penutup
Dengan jumlah pasal keseluruhan sebanyak 61 pasal. PP 60/2008 juga dilengkapi dengan penjelasan masing-masing pasal, dan juga Lampiran Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah, sebagai suatu kesatuan yang tak terpisahkan dari PP ini. Berikut merupakan hal-hal penting yang terdapat dalam PP 60/2008 tersebut.
BAB I : Ketentuan Umum
Di sini dikatakan bahwa Sistem pengendalian intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) adalah system pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dimana SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Agar terlaksananya system pengendalian intern pemerintah ini perlunya suatu pengawasan yang baik agar tujuan organisasi dapat tercapai, untuk itu perlunya suatu pengawasan, dalam hal ini pengawasan intern. Dalam system pengendalian intern pemerintah dilakukan pengawasan intern yang merupakan seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Adapun pengawasan intern ini dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang merupakan aparat pemerintah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

BAB II : Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Berdasarkan pemikiran tersebut dikembangkan unsur Sistem Pengendalian Intern yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolak ukur pengujian efektifitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern.
Pengembangan unsur Sistem Pengendalian Intern perlu mempertimbangkan aspek-aspek biaya-manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektifitas, dan perkembangan teknologi informasi serta dilakukan secara komprehensif. Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern dalam peraturan pemerintah ini mengacu pada unsur  system pengendalian intern yang telah di praktekkan di lingkungan pemerintah di berbagai negara yang meliputi :
  1. Lingkungan Pengendalian
Pimpinan instansi pemerintah dan seluruh pegawai wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku yang positif dan kondusif dan mendukung penerapan system pengendalian intern dan manajemen yang sehat dalam lingkungan kerjanya melalui :
a.       penegakan integritas dan nilai etika
b.      komitmen terhadap kompetensi
c.       kepemimpinan yang kondusif
d.      pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan
e.       pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat
f.       penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumberdaya manusia
g.      perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif
h.      hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait
  1. Penilaian Resiko
Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas resiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam. Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan penilaian resiko, yang terdiri atas :
a.       Identifikasi Resiko yang dilaksanakan dengan :
a)      menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif.
b)      Menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali resiko dari faktor eksternal dan faktor internal.
c)      Menilai faktor lain yang dapat meningkatkan resiko.
b.      Analisis Resiko
Dilaksanakan untuk menentukan dampak dari resiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan instansi pemerintah.
Dalam penilaian resiko pimpinan instansi menetapkan :
a.       Tujuan instansi pemerintah
Yang memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu serta wajib dikomunikasikan kepada seluruh karyawan. Di samping itu untuk pencapaian tujuan pimpinan instansi pemerintah menetapkan strategi operasional yang konsisten dan strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian resiko.
b.      Tujuan pada tingkat kegiatan
Yang memperhatikan ketentuan dimana harus berdasarkan kepada tujuan dan rencana strategis instansi pemerintah, saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan dengan yang lainnya, relevan dengan seluruh kegiatan utama instansi pemerintah, mengandung unsur kriteria pengukuran, didukung sumber daya instansi pemerintah yang cukup dan melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya.
3.      Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan instansi dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi. Pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan, dimana kegiatan tersebut memiliki karakteristik  sebagai  berikut :
a.       kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok instansi pemerintah
b.      kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan penilaian resiko
c.       kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus instansi pemerintah
d.      kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis
e.       prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis
f.       kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.
Kegiatan pengendalian terdiri atas :
a.       review atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan.
b.      pembinaan sumber daya manusia.
c.       pengendalian atas pengelolaan sistem informasi.
d.      pengendalian fisik atas aset.
e.       Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja.
f.       Pemisahan fungsi.
g.      Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting
h.      Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian.
i.        Pembatasan akses atas sumberdaya dan pencatatannya.
j.        Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya.
k.      Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern serta transaksi dan kejadian penting.
4.      Informasi dan Komunikasi
Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan instansi pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Pimpinan instansi pemerintah wajib mengidentifikasi dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat dan wajib diselenggarakan secara efektif. Untuk itu pimpinan pemerintahan harus :
a.       menyediakan dana memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi
b.      mengelola, mengembangkan, dan memperbaharui system informasi secara terus menerus
5.      Pemantauan Pengendalian Intern
Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan system pengendalian intern yang dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan review lainnya. Hal ini diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervise, perbandingan, rekonsiliasi dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan review lainnya dapat segera ditindaklanjuti.

BAB III : Penguatan Efektifitas Penyelenggaraan Spip
Dalam hal ini Menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan bupati/walikota bertanggung jawab atas efektifitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern  di lingkungan masing-masing dan untuk memperkuat dan menunjang efektifitas Sistem Pengendalian Intern dilakukan :
1.      Pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Aparat pengawasan melakukan pengawasan intern melalui :
a.       audit, terdiri atas audit kinerja dan audit dengan tujuan tertentu
b.      review
c.       evaluasi
d.      pemantauan
e.       kegiatan pengawasan lainnya
2.      Pembinaan penyelenggaraan SPIP
Penbinaan ini dilakukan oleh BPKP meliputi :
a.       penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP
b.      sosialisasi SPIP
c.       pendidikan dan pelatihan SPIP
d.      pembimbingan dan konsultasi SPIP
e.       peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah :
  1. BPKP
  2. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern
  3. Inspektorat Provinsi
  4. Inspektorat Kabupaten/Kota

BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu meliputi :
a.       kegiatan bersifat lintas sektoral
b.      kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
c.       kegiatan lainnya berdasarkan penugasan dari Presiden

BAB IV : Ketentuan Penutup
Dalam hal ini dikatakan bahwa ketentuan mengenai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan pemerintah daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah ini/
Kalau kita mengeksplor pasal demi pasal, BPKP mempunyai kepastian hukum, kedudukan, dan tugas yang baru di jagad pengawasan internal di Indonesia. Hal tersebut tercantum secara tegas dalam pasal  diantaranya :
Pasal 1 ayat 4 : BPKP adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Pasal 48 ayat 2 dan pasal 49 ayat 2 : APIP (termasuk didalamnya BPKP) melakukan pengawasan intern melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya.

III. PENUTUP
Sistem pengendalian internal pemerintah diatur dalam sebuah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008, yang dimaksud dengan sistem pengendalain internal pemerintah adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pusat dan pemerintah daerah.
Pengawasan intern mencakup seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang  baik.
Pengawasan intern memberikan fungsi dan tugas yang strategis kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya kepada presiden. Pembinaan penyelenggaraan SPIP dilakukan oleh BPKP yang meliputi; penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP, sosialisasi SPIP, pendidikan dan pelatihan SPIP, pembimbingan dan konsultasi SPIP, dan peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah.
Sedangkan ketentuan mengenai SPIP di lingkungan pemerintah daerah diatur oleh Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008.


DAFTAR REFERENSI

Addul Halim.2007.Akuntansi dan Pengendalian Pengelolaan Keuangan Daerah.Penerbit UPP STIM YKPN Yogyakarta.
Bambang Tri Darmawan SE.Akt. 2009. Perlunya Penerapan Sistem Pengendlaian Intern Pada Dinas Pendidikan di Pemerintah Daerah.
Elias Jan Bonay.2009. Pemprov Bangun satuan Anti Korupsi Untuk Penegndalian Tender/Proyek.
Indra Bastian. Sistem Akuntansi Sektor Publik.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia  No. 60  tahun 2008. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
SutiknoAk.2008. Bulletin PARAIKATTE Sistem Pengendalian Intern  Pemerintah.




Kamis, 15 November 2012

Jurnal Ilmiah ADVANCE Vol 5 No. 2 Maret – Agustus 2011



PENGARUH RETRIBUSI PELAYANAN PASAR
TERHADAP RETRIBUSI DAERAH
SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA SOLOK
Oleh
Siska Yulia Defitri
Dosen Jurusan Akuntansi UMMY

Abstract
Autonomy demands to empower local resources both physical and non physical that there country. The division of uneven economic results triggers the demands of rapid sub ​​enactment of regional autonomy, especially are as rich in natural resources. The purpose of this study to determine the contribution of market services levy as one of public services in obtaining retribution. 
Retributions Solok and Knowing the influence of market service levies against retribution as one Revenue Solok. Analysis method used is a simple linear regression method, the results showed the market as a service levies gift as one of the public service levy to contribute to the revenue an average of 48.48% per year, The effect of market service  levy as a source of local revenue amounted Solok 0.583 or 58.3% while the rest is explained by other sources of income.


1. Pendahuluan
Era reformasi yang telah terjadi ternyata membawa hikmah positif bagi daerah dimana selama ini dominasi pusat terhadap daerah begitu kuat sehingga menimbulkan ketimpangan perekonomian antar daerah, tuntutan daerah untuk mengarahkan system sentralistik kepada system desentralisasi menuju otonomi daerah makin kuat. Sejak diberlakukannya era otonomi daerah pada januari 2001, gema otonomi daerah semakin gencar baik merupakan retorika elit politik maupun para pelaksana daerah yang tidak sabar untuk melaksanakan kebijakan itu. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, yang menjadi dasar hukum pelaksanaannya dimana otonomi memberikan kebebasan pada pemerintah kabupaten atau pemerintah kota untuk mengatur dirinya sendiri. Otonomi merangsang daerah untuk memberdayakan sumbaer daya baik fisik ataupun non fisik yang ada diwilayahnya. Pembagian hasil ekonomi yang tidak merata selam ini memicu tuntutan cepat diberlakukannya otonomi daerah terutama daerah yang kaya akan sumber daya alam.
Semangat yang menggebu-gebu dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi memaksa daerah untuk mandiri karena pembiayaan atau pengeluaran rutin daerah harus ditopang oleh penerimaan daerahnya sendiri, sehingga bagi daerah yang sumber dayanya kurang menunjang, pelaksanaan otonomi akan terasa berat. Beban yang dimaksud, misalnya pajak dan retrigusi yang dikenakan pada perusahaan-perusahaan daerah dan masyarakat setempat, untuk dapat lebih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Untuk membawa daerah pada derajat otonomi daerah yang berarti dan mengarah pada kemandirian daerah, faktor kemampuan keuangan daerah merupakan ciri utama yang menunjukan suatu daerah otonom mampu berotonomi, self supporting keuangan merupakan salah satu bobot penyelengaaraan otonomi ini artinya daerah memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup mewadahi penyelenggaraan pembangunan daerah. Dukungan keuangan ini ditandai dengan semakin besarnya nilai PAD dan semakin menurunkan dukungan pusat dalam bentuk sumbangan/ bantuan.
Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi menurut Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbanghan keuangan Pusat dan daerah, terdiri dari pendapatan asli darah (PAD), dana Perimbangan, lain-lain pendapatan. Pendapatan Asli Daerah merupakan faktor terpenting dalam pelaksanaan otonomi daerah, dalam menetapkan target penerimaan dari pos ini seyogyanya dilakukan dengan terlebih dahulu menganalisis potensi daerah yang ada. Dengan analisisi potensi yang dilaksanakan tiap tahun, maka diharapkan daerah dapat memanfaatkan potensi yang ada semaksimal mungkin demi kepentingan pembangunan di daerahnya. Semakin besar kotribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka daerah akan semakin mampu melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan semakin lancer. Ketika Pemerintah Daerah sedang melakukan usaha meningkatkan pendapatan asli daerahnya, maka hal yang harus dipertimbangkan adalah beban yang harus ditanggung masyarakat, disatu sisi peningkatan PAD akan mempengaruhi tingkat kemampuan daerah, tetapi disisi lain juga berarti peningkatan beban masyarakat. Hal ini karena obyek pemungutan akhir adalah masyarakat.
Sumber Pendapatan Asli Daerah diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah dimana daerah diberi kewenangan untuk melaksanakan pemungutan berbagai jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang berakaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Hal ini digunakan untuk meningkatkan pendapatan daerah dalam upaya pemenuhan kebutuhan daerah. Disini perlu dipahami oleh masyarakat bahwa pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah ini sebagai sumber penerimaan yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Dimana untuk mengatur tentang pemungutan pajak daerah dan retribusi dareah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 yang telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang aturan pelaksanaannya berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah nomor 20 tentang Retribusi Daerah. Seiring dengan berjalannya otonomi daerah, diharapkan pemerintah daerah mampu mengelola dan memaksimalkan sumber daya yang ada di daerah untuk kelangsungan dan kemajuan daerahnya sendiri. Salah satu upaya pemerintah kota Solok dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya dengan melalui retribusi daerah.
Retribusi daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi daerah merupakan bentuk pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat yang memanfaatkan berbagai jasa pelayanan yang diberikan. Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2004 tentang pelimpahan sebagian wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri dalam rangka pembangunan nasional, dinyatakan bahwa retribusi daerah dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yakni retribusi jasa usaha, retribusi jasa umum dan retribusi perizinan. Untuk retribusi jasa umum diantaranya adalah retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, retribusi pelayanan pasar, retribusi pelataran parker dan sebagainya.
Sejalan dengan itu, Kota Solok sebagai salah satu daerah Tingkat II di Sumatera Barat perlu melakukan pengelolaan Keuangan Daerahnya secara efektif, misalnya dengan mengupayakan peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber PAD, salah satu berasal dari retribusi pelayanan pasar. Hal ini juga didasarkan semakin banyaknya masyarakat yang melakukan peluang tersendiri bagi daerah dalam rangka memperoleh pendapatan dalam jumlah yang lebih besar di masa yang akan dating untuk membiayai pembangunan daerah, artinya semakin besar dana yang dipungut dari hasil retribusi palayanan pasar, maka akan semakin besar pula Pendapatan Asli Daerah. Untuk memaksimalkan penerimaan retribusi pasar ini, maka pemerintah daerah perlu memanfaatkan potensi yang ada di pasar agar bisa dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan sehingga retribusipun meningkat
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menjelaskan Kontribusi retribusi pelayanan pasar sebagai salah satu retribusi jasa umum dalam memperoleh retribusi daerah Kota Solok
2. Mengetahui pengaruh retribusi pelayanan pasar terhadap retribusi daerah sebagai salah satu Pendapatan Asli Kota Solok
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak saja bagi subjek permasalahan yang relevan dengan administrasi publik, khususnya administrasi keuangan daerah yang menjadi tema dan ruang lingkup penelitian ini, tetapi juga mencakup disiplin ilmu lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi aparatur pemerintah (khususnya aparatur Pemerintah Daerah Kota Solok) yang dapat menjadi bahan masukan dalam pengembilan kebijakan dimasa datang. Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemicu penelitian yang lebih
lanjut dalam bidang kajian ini.

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Retribusi
Menurut Bastian (2001:156) retribusi adalah pengutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah atas pelayanan dan penggunaan fasilitas-fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah daerah bagi kepentingan masyarakat, sesuai dnegan peraturan daerah yang berlaku. Menurut Yani (2002:55) retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Menurut Undang-undang Nomor 34 tahun 2000, retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberinta ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Sehingga dapat disimpulkan yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah, berdasarkan peraturan yang berlaku terkait pelayanan atau fasilitas yang diberikan.

Selanjutnya dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan tentang obyek dan golongan retribusi sebagai berikut :
(1)   Obyek Retribusi terdiri dari :
1) Jasa Umum;
2) Jasa Usaha;
3) Perizinan Tertentu.
(2)   Retribusi dibagi atas tiga golongan :
a. Retribusi Jasa Umum;
b. Retribusi Jasa Usaha;
c. Retribusi Perizinan Tertentu.
(3)   Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi
Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a. Retribusi Jasa Umum :
1.      Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu;
2.      Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah dalam  rangka pelaksanaan desentralisasi;
3.      Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau  badan yang diharuskan membayar Retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;
4.      Jasa tersebut layak untuk dikenakan Retribusi;
5.      Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya;
6.      Retribusi dapat dipungut secara efektif dan fisiensi, serta merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang potensial; dan
7.      Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut
8.      dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
b. Retribusi Jasa Usaha :
1.      Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu; dan
2.      Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah
c. Retribusi Perizinan Tertentu :
1.   Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi;
2.   Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan
3.   Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari Retribusi perizinan.
(4) Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam ayat (3) sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi criteri yang telah ditetapkan.
(5) Hasil penerimaan jenis Retribusi tertentu Daerah Kabupaten sebagian diperuntukkan kepada Desa.
(6) Bagian Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten dengan memperhatikan aspek Keterlibatan Desa dalam penyediaan layanan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, maka retribusi pelayanan pasar termasuk dalam jenis retribusi jasa umum karena bersifat bukan pajak dan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, artinya retribusi pasar dapat menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial.

3. Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research), yaitu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan variabel yang diteliti secara objektif (Sugiyono, 2004:11). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, dalam hal ini adalah Kantor Pengolahan Pasar dan DPPKA Kota Solok.
3.2 Operasional Variabel
Variabel-variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu Retribusi Pelayanan Pasar variabel bebas (X)  yang diukur dari realisasi retribusi pelayanan pasar kota Solok dalam jangka waktu 5 (lima) tahun yaitu tahun 2005-2009 dan Retribusi Daerah sebagai variabel terikat (Y) yang diukur dari realisasi retribusi daerah kota Solok dalam jangka waktu 5 (lima) tahun yaitu tahun 2005-2009.
3.3 Metode Analisis
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Analisis kontribusi
yaitu suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan dari retribusi pelayanan pasar terhadap retribusi daerah, maka dibandingkan antara retribusi pelayan pasar dan retribusi daerah. Rumus yang digunakan untuk menghitung kontribusi adalah sebagai berikut :
 Pn = QXn  x 100%
            QYn
Keterangan:
Pn     = Kontribusi penerimaan retribusi pelayanan pasar terhadap retribusi daerah (Rupiah)
QXn  = Jumlah penerimaan retribusi pelayanan pasar (Rupiah)
QYn  = Jumlah penerimaan retribusi daerah Kota Solok sebagai salah satu sumber PAD (Rupiah)
n         = tahun (periode tertentu)
b. Analisis pengaruh retribusi pelayanan pasar terhadap retribusi daerah
Untuk mengetahui pengaruh retribusi pelayanan pasar terhadap retribusi daerah dalam penelitian ini menggunakan regresi linear sederhana dengan rumus :
Y = a + bX
Keterangan :
Y    = Retribusi Daerah
a      = Konstansta
b     = Koefisien Regresi
X    = Retribusi Pelayanan Pasar
4. Interpretasi Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, untuk menganalisa data dipergunakan analisa regresi linear sederhana menggunakan komputer program SPSS, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
4.1 Kontribusi Retribusi Pelayanan Pasar terhadap Retribusi Daerah Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah
     Kontribusi retribusi pelayanan pasar terhadap Retribusi daerah Kota Solok sebagai sumber PAD dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini :




Tabel 4.1
Kontribusi Retribusi Pelayanan Pasar terhadap Retribusi Daera
Kota Solok
Tahun
Realisasi Retribusi
Retribusi Daerah
Kontribusi
Pelayanan Pasar

2005
 Rp        357,432,889
 Rp      723,357,141
49.41
2006
 Rp        361,248,005
 Rp      768,237,542
47.02
2007
 Rp        381,664,071
 Rp      820,508,140
46.52
2008
 Rp        388,206,347
 Rp      839,285,656
46.25
2009
 Rp        450,686,017
 Rp      847,066,117
53.21
Sumber : DPPKA Kota Solok

Dari tabel diatas, diketahui bahwa walaupun mengalami fluktuasi tetapi pada dasarnya kontribusi retribusi pelayanan pasar terhadap Retribusi daerah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi retribusi daerah yaitu rata-rata hampir mencapai setengah dari jumlah retribusi daerah yaitu dengan jumlah 48,48%, hal ini menjadi sangat nyata karena pasar Solok merupakan sumber ekonomi yang besar masyarakat baik dari Kota Solok dan Kabupaten Solok, bahkan masyarakatn yang berasal dari Pemerintah Daerah tetangga lainnya seperti masyarakat Kota Sawahlunto, Sijunjung dan lainnya juga menjadikan Pasar Kota Solok tempat transaksi ekonomi yang cukup representatif.
Dari hasil perhitungan Kontribusi retribusi pelayanan pasar di Kota Solok pada lima tahun terakhir menunjukkan bahwa kontribusi retribusi pelayanan pasar dirasakan menurun pada tahun 2008 yaitu sebesar 46,25% dari retribusi daerah, hal ini disebabkan pada tahun tersebut pasar Kota Solok sedang dilakukan renovasi dan perbaikan pada gedung-gedung pasar sehingga memberikan dampak menurunnya jumlah pengunjung pasar dan jumlah pedagang di Pasar Kota Solok. Kontribusi retribusi pelayanan pasar dirasakan lebih meningkat pada tahun 2009, hal ini terjadi karena telah dibukanya  Taman Kota sebagai salah satu tujuan tempat wisata lokal dan penyelenggaraan berbagai acara dan kegiatan bagi masyarakat yang lokasinya tepat di didepan pasar Kota Solok yang menyebabkan bertambahnya jumlah pengunjung kota Solok.
4.2  Pengaruh Retribusi Pelayanan Pasar terhadap Retribusi Daerah sebagai Salah Satu Pendapatan Asli Daerah
Model regresi linier sederhana (simple regression analysis) akan memperlihatkan pengaruh retribusi pelayanan pasar terhadap retribusi daerah sebagai salah satu pendapatan asli daerah. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari nilai masing-masing koefisien regresinya. Pengujian terhadap koefisien regresi variabel-variabel independen dilakukan dengan tingkat keyakinan (confidence level) sebesar 95% dan level of significance sebesar 5%. Hasil analisis regresi sederhana terhadap data penelitian ditunjukkan pada tabel 4.2 dibawah ini:

Tabel 4.2
Hasil Uji t Statistik
Variabel Ukuran Perusahaan
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
3.842E8
2.036E8

1.887
.156
RP
1.071
.523
.764
2.049
.133
a. Dependent Variable: RD


Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dibentuk persamaan regresi sebagai berikut:
Y = a + bx
Y = 3,842 + 1,071x
Dari persamaan regresi dapat dilihat bahwa:
1.      Angka 3,842 merupakan konstanta yang menyatakan bahwa tanpa pengaruh retribusi pelayanan pasar, maka retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah kota Solok adalah sebesar 3,842 satuan.
2.      Koefisien regresi X sebesar 1,071 menyatakan bahwa setiap peningkatan Retribusi pelayanan pasar sebesar Rp. 1 satuan akan meningkatkan perubahan Retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah  sebesar 1,071 satuan

a.    Hasil Uji Koefisien Determinasi (R²)
       Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat dan menganalisis seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R-square berkisar antara angka 0 sampai 1. Nilai R-square yang semakin besar, yaitu mendekati satu menunjukkan bahwa model yang dirumuskan untuk menjelaskan perubahan pengungkapan retribusi daerah sangat baik, pengaruh retribusi pasar terhadap retribusi daerah sebagai salah satu PAD kota Solok adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3
Hasil Uji R²
Model Summary

Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.764a
.583
.444
3.92050E7
a. Predictors: (Constant), RP


Pada tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa nilai R-Square atau koefisien determinasi adalah sebesar 0,583. Ini berarti bahwa retribusi daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen retribusi pelyanan pasar sebesar 58,3%. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model penelitian ini seperti retribusi parkir, retribusi perizinan dan lain sebagainya.
a.      Hasil Uji t
       Uji T bertujuan untuk mengetahui apakah varibel independen yang dimasukkan dalam model regresi dapat mempengaruhi variabel dependen secara parsial. Untuk setiap variabel independen, jika  T hitung > T tabel atau nilai signifikan <  (0,05), hal ini menunjukkan variabel independen dapat mempengaruhi variabel dependen secara parsial dan signifikan, dan begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, diperoleh nilai t hitung 2,049 sedangkan nilai t tabel diketahui sebesar 2,13185 atau 2,049 < 2,13185 dan nilai signifikan 0,133 > 0,05 hal ini berarti bahwa retribusi pelayanan pasar berpengaruh negatif terhadap retribusi daerah sebagai salah satu sumber PAD Kota Solok atau tidak ada hubungan linier antara variabel retribusi pelayanan pasar dengan retribusi daerah

5. Penutup
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan :
a.    Retribusi pelayanan pasar yang digabungkan dalam Retribusi Daerah kota Solok merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi Pengelolaan keuangan daerah Kota Solok dalam menjalanakan pemerintahan daerah dan otonomi daerah.
b.    Retribusi pelayanan pasar sebagai yang diklasifikasikans sebagai salah satu dari retribusi jasa umum memberikan kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah rata-rata 48,48% setiap tahun.
c.    Pengaruh retribusi pelayanan pasar terhadap retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah Kota Solok adalah sebesar 0,583 atau 58,3% sedangkan sisanya dijelaskan oleh sumber pendapatan yang lain.
5.2 Saran
Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disampaikan saran :
Kepada Pemerintah Daerah Kota Solok untuk dapat mengoptimalkan penerimaan retribusi pelayanan pasar dengan menertibkan para pedagang baik pedagang kaki lima yang tidak memiliki tempat yang baik maupun pedagang yang sudah memiliki tempat usaha, sehingga lokasi maupun keberadaan pedagang dapat lebih tertib dan mengurangi kesemrawutan dalam pasar, dengan demikian penerimaan retribusi pelayanan pasar juga dapat ditingkatkan.

Daftar Pustaka
Bastian, 2001, Akuntansi Sektor Publik,
Pemerintah Republik Indonesia, 1999, Undang-Undang Nomor 22 Tentang Otonomi Daerah.
_________________________, 2000, Undang-Undang Nomor 34 Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang  Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
_________________________, 2001, Peraturan Pemerintah Nomor 65 tentang Pajak Daerah
_________________________, 2004, Undang-Undang Nomor 32 tentanng Pemerintah Daerah
_________________________, 2004, Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
­­­­­­­­­­­­­­­_________________________, 2004, Undang-Undang Nomor 42 tentang pelimpahan sebagian wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri dalam rangka pembangunan nasional
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis, Bandung, Alfabeta